Siang ini agak mendung , ada
sedikit agenda perkumpulan pada suatu ruangan untuk pertemuan awal. Yang kurasa
keringat bercucuran membasahi diri. Wajar lah kota besar ini sangat panas hari
ini. Semua orang disekar pun berkata sama, badan lengket , baju basah dan
sejenisnya. Aku berada di antara
orang-orang keren sore ini, bagaimana tidak keren tak satupun yang kukenal
tapi kami dalam satu ruangan. Cakap ngobrol kesana kemari kulakukan dengan
teman lamaku, jadi tak ku gubris semua orang yang tak kukenal, karena mereka
pun sibuk berdiskusi dengan rekanya sendiri-sendiri.
Orang di depanku ini makin buat gelisah
saja rasanya, dengan berkerudung hitam seolah makin mengumpulkan panas di
hadapaku. Tak apalah, ini memang cara perempuan berbusana syar’i. tapi bukan
warna hitam yang membuatku gelisah, sikap yang menjaga diri yang kuamati yang
memaksa aku berusaha menghindari.
“Duuuh, orang ini … “, dalam
hati bergumam. Sesekali tampak melirikkku, aku pengen lari rasanya.
Sedikit cakap, dia berusaha berbaur dengan orang
sekitarnya, tibalah dia menanyakan namaku,
“ Siapa namamu ?” ucapnya
“jo o ko,” dengan terburu-buru aku menjawabnya.
Sudah hanya itu saja, dia tak
lagi menanyaiku. Tampaknya dia tuan rumah dari gedung ini, makanya harus ramah
dengan semua pengunjungnya.
Waktunya shalat telah tiba, kebetulan celana yang kugunakan
kotor, karena kendaraan yang ku kendarai
lewat jalan becek saat aku menuju gedung
pertemuan. Aku sedikit bingung sementara waktu shalat telah tiba.
Ku tanya orang sekitar tak tau, apakah ada sarung yang bias kugunakan. Semua orang malah menyarankanku menanyakan tuan rumah tadi.
“Eh mba’, apa ada
sarung di musholla dekat gedung ini ?” tanyaku dengan pelan.
“InsyaAllah ada mas”
jawab mba’nya dengan nada kalem.
Wah makin puyeng aja kepalaku ini, dengar jawabanya. Jarang-jarang
aku dengar jawaban seperti ini sangat
meyakinkan rasanya karena ditambah dengan senyuman mba’nya yang manis. hehe
Bergegas aku langsung aja aku menuju musholla , sampailah aku di musholla. Kuputari satu musholla tak ada selembarpun sarung.
Bergegas aku langsung aja aku menuju musholla , sampailah aku di musholla. Kuputari satu musholla tak ada selembarpun sarung.
Hahaha , pikiranku dibuat tertawa ….
Sore hari menjelang, ruangan pertemuan tampak sepi tiada seorangpun disana.
Tinggalah aku seorang yang telah kembali kemudian duduk di kursi paling belakang
ruangan untuk menunggu acara selanjutnya. Sengaja aku duduk paling belakang
untuk sedikit beristirahat setelah shalat ashar.
Kurasakan ketengan pada ruang pertemuan yang hening, dengan hembus dari angin
yang melalui celah-celah cendela di diatas pintu. Kebetulan di luar ruangan ini
penuh dengan pepohonan yang masih rimbun dan tanaman obat yang dijadiakan taman.
kuletakan kepala yang terasa berat pada badan kursi yang agak keras, supaya
menghilangkan kepusingan kepala karena agenda yang terlalu padat. Hampir-hampir
mata ini terpejam dengan sempurna, sedikit sayup mata terasa mengantuk akibat
hembusan angin yang segar.
Dari sudut kanan ruangan kudengar hembusan suara yang nyaring nan merdu, aku
sedikit penasaran dengan suara ini. Sesegera mungkin aku berdiri, melangkahkan
kaki ke kanan ruangan. Kusingkap kelambu lusuh cendela, kulihat dari jendela
kaca tampak suara merdu itu bersumber dari seorang anak kecil berkerudung biru,
kira-kira berumur 7 tahun, yang sedang mengaji dengan lancarnya di ruang panitia
pertemuan.
Kesan ini menyeret langkah kaki ku untuk keluar dari ruang pertemuan, kubuka
pintu dan aku menuju anak perempuan kecil itu. Aku sedikit mondar-mandir di
depan pintu sebelum aku bertanya, karena kwatir menghentikan ngaji anak kecil
tersebut. Setelah dia selesai mengaji, sesegera itu aku menghampirinya.
" Dek, maaf toilet sebelah mana ya?" ,gayaku bertanya
" Sebelah sana kak, lurus belok kanan di belakang ruang pertemuan."
ucapnya.
"O iya, adik namanya siapa? " tanyaku
"Nisa kak, kakak namanya siapa ?" sahut dia
"panggil saja kak joko, adik disini sama siapa? ,dan kok bisa ada disini
?" tanyaku
"sama kak husna kak, saya tadi ikut soalnya dirumah ibu sama ayah sedang
keluar kota, lagian aku juga sering maen disini kak." jawabnya dengan
tersenyum.
" ngajinya bagus banget, siapa dek yang ngajari?" tanyaku dengan
rasa ingin tau.
" yang ngajari ya pasti kakak aku lah kak, kak husna, dia kan juara ngaji
di TPQ nya dulu.. hehe, tapi seringnya aku ngaji sama ibu kadang juga sama ayah"
jawabnya dengan bangganya.
"yasudah dek ndang dilanjutin ngajinya, jadi dedek yang pinter ya, ini
kakak ada permen mau ndak?"
"ndak mau kak, aku masih punya banyak tuh di tas" jawabnya
kusahut dengan senyum , dalam hatiku berkata "ndak mau yaudah biar tak
makan sendiri aja, lagian ini juga dari kotak pertemuan, hehee".
Asyik bicara dengan adik kecil tadi aku pun dipanggil panitia untuk kembali
ke ruang pertemuan karena agenda selanjutya akan segera dimulai. Segera aku
berdiri dan mengucap salam " sampai berjumpa lagi ya dek, kakak pasti
bertemu kamu lagi". dengan mengusap kepalanya aku pun kembali ke ruang
pertemuan.
Hikmah : Setiap anak kecil adalah air jernih, kejernihan ini akan terjaga
tidaknya bergantung pada sekitar air yang merusak ataukah tidak.
Kisah Inspiratif :
Sahabat Han.
0 komentar:
Posting Komentar