Gambar |
Sore ini mendung sekali, tampak awan bergulung-gulung berwarna
hitam di sejauh aku memandang, dan gerimis kecil mulai berdatangan. Aku yang
berdiri di teras masjid Assa’adah memandangi orang-orang berlarian kecil
menerjang gerimis setelah sholat ashar berjamaah, ada pula adik kecil
bergandengan dengan sang ayah yang berlari dengan pelanya, anak itu tertawa
menikmati gerimis sementara sang ayah yang menggandengnya tak henti-hentinya
berucap pada anaknya "Ayo diik,dilihat jalannya". namun sang anak tak
menghiraukanya, dia tetap asyik berlarian kecil memandangi langit yang
meneteskan gerimis sambil tertawa-tawa. "Hemmbb, repot juga ya jika jadi
sang ayah" gumamku dalam hati.
Akhirnya aku pun memutuskan menerjang gerimis, sembari
menjinjing sarung dengan tangan kiri dan tangan kanan memegang kopyah agar tak
basah, berlari kecil kulakukan dengan berhati-hati. Sampailah aku di asrama
pondok, dengan baju bagian pungguh sedikit basah. Aku segera menjereng baju dan
berganti dengan baju yang kering. Kuamati melalui cendela gerimis telah reda,
"yaahh gerimisnya slesai" ucapku agak kesal. Aku menengok ke
langit, langitpun masih hitam sempurna seolah akan turun hujan, dan hawa dingin
mulai terasa menusuk kulit, angin berhembus dengan perlahan seolah sang awan
sedang menata maksud untuk hujan. Sore yang biasanya terang benderang hari ini ,
menjadi seperti malam. Kebetulan teman-teman sekamar sedang pada pulang karena
libur akhir pekan, dalam satu kamar tinggal tiga orang saja yakni aku, Zidny,
dan mas Daus.
"Dingin gini enaknya ngopi kali ya.." ucap zidny.
"Duh, perut juga lagi keroncongan ini, ayo ke warung
dah.." ajak mas daus.
"iya juga mas, sama ini lagi laper juga.. ayo brangkat dah"
sahutku dengan semangat.
Tanpa pikir panjang, kami bertiga berangkat menuju warung
terdekat, maksud kami menuju warung di depan pondok seberang jalan. Kami pun
segera turun ke lantai bawah, tiba-tiba gerimis turun lagi dengan pelan. Kami
menerabas sambil menjinjing sarung, dengan melompati genangan air di gang kecil
sbelum pintu keluar pondok. Tiba tepat di bawah gapura pondok, kami berhenti
karena hujan yang semakin deras, " wah, pasti akan basah kuyup jika tetap
menerjang menyeberang jalan" ucapku dalam hati. Di gapura ini kami berteduh
di bawah asbes( red: Genting ) yang terpasang pada gapura, karena sempit kami
saling merapatkan diri supaya tidak basah, tapi tetap saja karena angin yang
berhembus. "bessshhhhhh...." seolah disiram orang dengan air satu
timba, basah kuyuplah kami bertiga.
Merasa sudah basah zidny langsung berlari menyeberang jalan
menuju warung yang bernama WarKop Setia, disusul mas daus baru kemudian aku
berlari menyusulnya. Namun na’as ,warkop yang menyediakan minuman hangat dan
juga makan ini tutup.
mas daus pun berucap dengan santai "Ketika hujan seperti
ini, warkop pun jadi tak setia ya .."
" Gerrrrr ...hahahahahaa" , aku dan zidny tertawa
lepas.
" itulah mas daus , nama memang tak pernah menunjukan orangnya, seperti warung ini nih, namanya aja yang warkop setia, saat dibutuhkan gini dia malah tak setia ...hahaa " ucap zidny dengan sok bijak.
" itulah mas daus , nama memang tak pernah menunjukan orangnya, seperti warung ini nih, namanya aja yang warkop setia, saat dibutuhkan gini dia malah tak setia ...hahaa " ucap zidny dengan sok bijak.
" Biarkan warkop ini tak setia, yang penting aku setia
menanti adik tercinta...hahaa" ucapku dengan ringan
"hahaha,, Kamu ini sok puitis mbah mbah !! " Sahut
Zidny dengan panggilan kesayanganya terhadapku.
Oleh SugitCakGit
Diketik : 07/01/2016
0 komentar:
Posting Komentar