Rabu, 23 Maret 2016

Halaman Santri


Seperti biasa selepas ibadah shalat jum’at adalah waktu yang paling enak untuk tidur siang. Baru saja masuk ke kamar pondok, kulihat Asmi yang lebih dulu pulang dari masjid berebah dengan nikmatnya menikmati kantuk siang. Tanpa rasa sadar tubuh ini tiba-tiba tergiur untuk melenggangkan badan di lantai seperti Asmi. "pelakkk.." tubuh tersungkur di lantai tanpa selembar alaspun, berebah di bawah kipas angin yang terpasang di tengah-tengah atap kamar, sepoi-sepoi hembusan angin dari kipas yang membuat mata ini semakin ingin melekat.

Mas daus yang baru saja datang, menginstruksikan kami untuk piket karena halaman pondok yang kotor dan beberapa sampah yang menumpuk.
" Hee rek , ayo piket.. halaman pondok kotor lo "
" wah mas istirahat dulu lah, masih panas" sahutku
"iya mas daus, besok pagi sajalah ngantuk mbah " ucap asmi

" Waduh-waduh gimana to, yaweslah tak tidur sekalian, aku yo ngantuk rek.. haha" ucap mas daus sambil bereebah di tikar kamar. 

" hahahahaa, mbah" lawong ngajak piket og tambah ikut tidur.." aku dan asmi tertawa geli...


Tak lama setelah bercanda, ternyata mas daus tidur. Sementara aku dan asmi yang berbaring menghadap langit-langit kamar saling bercerita, sejak mas daus tidur aku mendengarkan cerita asmi tentang asyiknya mengajar adik-adik asuh dan banyak lainya, giliranku cerita, kesana-kemari, kutengok asmi, eee ternya sudah tidur juga. " wah cak’as-cak’as, malah tidur.. sudahlah mungkin dia capek" .

Mataku pun semakin sayu, terkena hembusan kipas angin "wussh , wusshh," . Suasana yang pas untuk tidur siang..

Belum lama mata terasa terpejam, kudengar suara " mas-mas minta tolong ini halamanya dibersihkan " suara dari pengasuh pondok. Aku pun bergegas keluar dengan hanya menggunakan sarung yang mengikat perut tanpa baju, sampai depan pintu baru sadar, " waduh mana ini bajuku" aku berlari masuk kamar lagi. "wah-wah untung saja tidak ada orang, bisa disidang aku nanti" .. gumamku.
Dengan sangat terpaksa aku pun membangunkan asmi dan mas daus, " mas-mas ayo piket.. di cari pengasuh tadi..". Mereka pun segera bangun dan kami langsung turun membersihkan halaman pondok. Namanya juga santri kalo denger kata " pengasuh" ya pasti dilakuakan.

Kreek, kreekk, kreeekk.. suara sapu yang diayunkan mas daus dengan pelannya yang tampak masih ngantuk berat.

Belum sampai sampah terkumpul, kami bertiga di panggil ke depan rumah ndalem( rumah kyai). "Hee mas-mas ayo sini ikut saya kumpul di depan" panggilan ustad kepada kami bertiga,
Kami bertiga berbondong-bondong dengan pelan, melewati gang kecil menuju depan rumah kyai.
"Wah mas, ada apa ya kira-kira??" tanyaku pada mas daus
"Iya mas, masak gara-gara ndak ada yang piket?? tadi waktu ustad manggil koq buru-buru ada apa ya?" tanya asmi
"Aku juga nggak tau, ayoo kita kesana sajalah" jawab mas daus.

Sampai di depan rumah pak kyai banyak sekali orang, mulai dari saudara-saudaranya dan cucu-cucunya dan juga beberapa jamaah yang berpaikan rapi. "waduh ada apa ini " ucapku dalam hati.
Pak usatad yang memanggilku kemudian berkata "sudah lengkap semua kyai monggo dipimpin berdoa". Sebelum berdoa pak kyai menjelaskan bahwa sebagaian keluarga beliau akan berngakat umroh, siang hari itu.

"Alhamdulillah... sangat senang sekali hari jumat ini melihat para guru bahagia, semoga para rombongan selamat dan mendapat berkah, semoga para santri segera berangakat pula ke tanah suci, dan semoga keluargaku dan keluarga teman-teman santri segera menyusul ke mekkah sana" Alfatihah, Amiin ...

#S9t
Diketik:

10/02/2016
di MKE laboratory.
#GUYU(B) SANTRI

Tjelaknya perasaan


Aku bosan dengan hampanya perasaan
Kekosongan ini tak kalah gelap dengan malam hari
Melanglang sepi tak ada yang mengerti
Mengerti makna diam dengan sanubari

Aku bosan dengan tipuan yang pantas
Tak ubahnya sama saja dengan kertas hanyut dalam sungai
Merenggut diri perlahan nan menghanyutkan
Merayu dengan permainan-permainan gurauan

Aku bosan dengan dengan kata cinta
Katanya saja akan bertahan lama
Nyatanya sama saja dengan kata aku lupa
Nyatanya sama saja dengan kata biasa saja

Aku bosan dengan permainan perasaan
Meluapkan kekesalan hanya dengan kata kasih sayang
Mengatakan kata bukan dengan ungkapan kerinduan
Mengiyakan cinta ujung khianat yang tiba

Aku bosan dengan rasa manja
Tak ada lagi perasamaan ketiga
Saat memilih yang pertama
Bukan pula yang kedua

Tak akan ada lagi cara meyakini
Keyakinan yang telah dimatikan
Tak ada lagi cara menghindar
Dari perasaan yang dihidupkan

Siapa yang mampu menghentikan perjuangan
Atas nama cinta yang telah dihidupkan
Siapa pula yang mampu menahan perasaan manja nan bosan
Atas nama kasih sayang demi sang pujaan

Sudahlah lupakan... Kenyataan yang tak berimbang
Sudahlah tinggalkan... Keyakinan yang hanya separuh jalan
Sudahlah pinggirkan saja... Kekuasaan yang hanya menghanyutkan
Sudahkah kau tanya dirimu... Pada siapa cinta sucimu kau labuhkan


# Sgt

22/03/2016 /// 23:25
campuran puisi

Sabtu, 12 Maret 2016

Gelap Gerhana

Gambar apik
  Gerhana matahari, fenomena ini cukup menarik untuk diperbincangkan. Beberapa hari yag lalu sebelum hari H terjadi gerhana matahari, hampir setiap stasiun televisi menjadikan hal ini sebagai tema utama. Beberapa orang menganggap hal ini berlebihan, seolah-olah mendahului takdir yang akan terjadi. Lain pihak lain pula caranya, Media cetak pun tak kalah dalam memberitakan hal ini. Bahkan saking seringnya muncul di media, masyarakat desa ikut-ikutan mempersiapkan menyambut gerhana matahari dengan mengabari sanak saudara yang ada di rantau. Mungkin tak banyak yang tau tentang kesakralan beberapa tahun silam saat gerhana matahari terjadi, masyarakat desa ketakutan untuk beraktifitas karena gelap yang menerkam siang, para petani tak berani menghampiri sawah-sawah meski hanya sebentar, anak-anak kecil dilarang bermain meski hanya berlarian di depan rumah. Bahkan Ibu-ibu rumah tangga tak menampakan ujung sapunya di pelataran rumah. Fenomena ini dianggap masyarakat menjadi sebuah momen saat sang penguasa kegelapan memangsa cahaya terang. Namun berbeda dengan hal yang terjadi sekarang ini, hal yang gelap justru diburu meski sekedar untuk diabadikan.
-------------------------------------------------**--------------------------------------------------

Bicara tentang hal yang gelap, pasti kita ingat dengan kata "malam" dan gerhana bulan terjadi saat malam. Malam adalah anugrah yang indah bagi penikmatnya, setiap malam tampak gemerlap bintang yang menunjukan keanggunan sinarnya. Tak jarang lalu lalang kendaraan lebih padat di jalanan hanya untuk menikmati malam, taman-taman di tengah kota ramai tak karuan, pemuda-pemuda desa duduk di pinggiran jalan yang katanya menikmati malam. Ada pula yang menunggu datangnya siang karena tak ada penerangan untuk hidup ketika malam. Sebagian orang terus berjalan mecari sumber cahaya sebagai penghidupan yang tak bisa dipastikan. Ada pula yang berusaha mematik api untuk menerangi malam, ada pula yang menjual cahaya dengan syarat pembayaran dan mahar. Semua tentang cahaya, cahaya yang setiap manusia butuhkan.

Pertanyaanya, adakah hal yang lebih gelap selain dua fenomena tadi ? mana yang lebih gelap ? saat gerhana matahari ataukah saat malam tiba ? jawabannya bukan keduanya, bukan saat gerhana matahari, bukan pula keheningan malam yang tenang.
Hati adalah jawabanya, hati lah yang mampu lebih gelap dari kedua fenomena fana yang hanya sementara tersebut.


Lihatlah saja hal yang terjadi saat ini, manusia mulai tersadar akan keadaanya, mereka mengakui ataukah tidak, dilakukan dengan sadar ataukah tidak, mereka mengikuti ataukah tidak, bukan menjadi jawaban yang penting lagi. Mereka hanya sedang disibukkan dirinya sendiri dalam mencari cahaya, itulah mengapa banyak sekali golongan yang mengakui dirinya paling benar ketimbang yang lain. Lilin-lilin yang mereka genggam sedang memaksa untuk dapat berapi saat petang, kegelapan yang ada dalam diri mereka, memaksa secara sadar untuk menyalakan lilin yang gelap. Beberapa dari mereka memilih menyalakan dengan batu cadas, ada pula yang memilih menyalakan sekedarnya saja, sementara mereka tau bahwa dengan meminta api pada sang ahli lebih bisa hidup lama ketimbang dengan lilin yang melelehkan diri sendiri.

Andai saja malam tak berganti siang dan sang mentari tak mau kembali dari fase gerhana, pasti kita akan melihat cincin-cincin api kecil saat semua manusia sedang menghidupkan lilinnya. Semerbak bagai bintang yang kita amati setiap malam, Ada yang sangat terang ada pula yang redup. Mungkin hanya lilin-lilin yang bergerombollah yang akan menunjukan cahaya paling terang saat petang.

Namun sayang, beberapa pihak berusaha mematikan api-api lilin yang sedang berapi-api, lilin-lilin yang bergerombol berusaha dipisahkan dari kelompoknya, yang menyala redup diarahkan menuju api tipuan yang dianggap api sebenarnya. Apa yang salah dari semua ini, dan siapa yang bisa disalahkan, mereka hanya sedang berusaha mencari cahayanya. Sudahlah biarkan, jangan paksa api itu padam, jangan pula kau rayu menjadi api semu. Bukankah kita akan sangat marah, jika api yang kita nyalakan dipadamkan oleh seseorang. Itulah mengapa menjadi moderat sangat dibutuhkan, ketimbang bersiakap radiakal ataupun liberal. Mempelajari cara orang bermain api pun perlu, namun menjaga hati agar tidak ada benci itu lebih penting.

Diketik 13/03/2016

#sgt
#GUYU(B) SANTRI #Opini campuran

 

We are featured contributor on entrepreneurship for many trusted business sites:

  • Copyright © CakSugit Note'S 2015
    Distributed By My Blogger Themes | Designed By Triyono Sugit